Kamu adalah sosok yang ku anut, bagaimana tidak biar bagaimana pun kamu adalah idola dalam kehidupanku yang pendek ini. Candaku saat itu, disaat jinga akan turun menemui yang iya kasihi. Saling berganti antara mereka. Saling melengkapi. Aku belajar banyak darimu bagaimana mencintai, bagaimana pula mengasihi, sabar dan telaten menemani dan menemuiku manakala aku dijebak oleh perasaan rindu.
Aku yang jatuh bangun membangun diriku terasa dikuatkan olehmu. Perhatian demi perhatian, senyum – senyum kecil yang kau lemparkan kepadaku, mana mungkin tak kuingat. Jelas – jelas kamu adalah nyala api di dadaku, setiap saat menghangatiku. Aku yang rapuh jadi terus belajar, bagaimana bisa sepertimu? Membangun sebuah ketegaran hati yang tak mudah ambruk oleh hantaman derasnya sikapku yang kekanak – kanakan ini? Belum lagi oleh yang lain. Kamu selalu berhasil menyembunyikan itu dariku. Tentang rapuhnya hatimu sendiri. Aku sadar menjadi dirimu mamanglah berat.
Kita berbicara panjang lebar hari ini, sedikit banyak kamu berbicara tentang banyak hal kepadaku. Aku yang pendiam ini hanya bisa memperhatikanmu dan sesekali melihat ke arah wajahmu. Memang ketakutan – ketakutan ini sering muncul menemani hari – hariku. Pasti ada dari sekian hari kamu merasa bosan terhadapku. Tapi pelan kucoba untuk menghilangkan perasaan itu dari kepalaku, kemudian mengantikannya dengan senyum lembut. “ aku berharap kelak bisa setegar dirimu, walau kelak aku tak mengerti apakah kita akan tetap pada posisi seperti ini”. Saling menemani, juga saling mengisi kekosongan masing – masing.
Diatas bangku panjang pinggir jalan, ditemani sepi malam, suara – suara rinduku memecah gelap. Gemerlap warna – warni lampu sudut kota, air yang terbang lalu dijatukan. Memang sebetulnya malam ini begitu ramai, tetapi entah mengapa begitu sangat sepi bagiku. Aku memang merasa selalu sepi, hariku dibuat tak nyaman oleh ketidak pahamanku sendiri, mengapa bisa diriku seperti itu. Lalu tiba – tiba tanganmu menepuk pundakku. Memecah lamunanku yang berjalan sendiri, tak kusadari sebelumnya. Aku terbawa oleh perasaanku.
Aku tersenyum, seraya menjawab pertanyaanmu “ iya aku gak papa “ dan kamu hanya mengganguk sambil tetap melemparkan senyum itu. Senyuman yang terus terang sangat susah untuk ku lupakan. Entah bagaimana nantinya. Kalau sampai terjadi engkau mulai lelah menghadapiku dan memilih pergi untuk meninggalkanku. Betapa sulit sekali jika kubayangkan itu bisa terjadi. Mungkin aku akan sangat kehilangan,mungkin aku akan sangat kesepian,mungkin tanpamu aku tak bisa menutupi kesedihan.
Yang Saat Itu Kamu Kenal, 9 Februari 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar